Berdasarkan bentuk bulunya ayam Cemani dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis kelompok besar, yaitu : 1) Cemani biasa; 2) Cemani Walik; 3) Cemani Cemara.
Tenak ayam buras merupakan potensi di daerah yang selalu ada dan hampir dimiliki oleh setiap rumah tangga. Jenis unggas ini mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis unggas lainnya, antara lain: 1) Mudah dipelihara; 2) Cepat beradaptasi dengan lingkungan dan umumnya tahan terhadap penyakit tertentu; 3) Dapat dilaksanakan dengan modal kecil-kecilan, dan dapat diusahakan secara bertahap, serta 4) Memiliki variasi keunggulan tertentu sesuai dengan daerah asalnya. Namun demikian, produktivitas ayam buras yang diusahakan masyarakat sekarang masih berpeluang besar untuk ditingkatkan mengingat pemeliharaan yang umumnya dilakukan belum menerapkan teknologi budidaya yang tepat.
Ternak unggas lokal merupakan sumber plasma nuftah yang tinggi keanekaragamannya dalam hal jenis maupun potensi produksi. Penampilan unggas lokal Indonesia sangat beragam terutama dalam bentuk morfologi dan sifat genetiknya. Pengembangan plasma huftah unggas lokal merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan peternak sekaligus dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat di pedesaan.
Plasma Nuftah adalah suatu substansi yang terdapat dalam individu suatu populasi rumpun ternak yang secara genetik dibentuk melalui proses domestikasi pada masing-masing spesies dan merupakan sumber sifat keturunan yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan atau dirakit untuk menciptakan rumpun atau galus baru.
Dalam hal ini, ayam buras dapat menjadi sumber ekonomi petani bila ada perubahan penanganan dari sekedar sebagai sampingan yang dipelihara secara tradisional menjadi usaha komersial yang dikelola secara intensif atau semi intensif. Kunci dalam pengembangan ayam buras adalah merubah sistem lama (tradisional) dengan sistem teknologi yang mudah dilaksanakan.
Salah satu jenis ayam buras yang dibudidayakan di Indonesia adalah ayam Cemani. Keberadaan ayam cemani di Indonesia sudah sejak zaman Majapahit. Adapun keberadaannya tak terlepas dari ritual nenek moyang kita yang menyertakan unggas tersebut dalam upacara-upacara adat. Menurut legendannya terdapat dua macam ayam cemani. Pertama ayam cemani kampung yang hidup sejak zaman Hindu dan Budha. Untuk yang kedua, ayam Kedu Cemani yang muncul pada tahun 1924 atau pada waktu itu dikenal dengan ayam hitam mulus. Pemilik ayam Kedu Cemani ini adalah Kepala desa Kalikuto, kecamatan Grabag, kabupaten Magelang-Provinsi Jawa Tengah, yang mempunyai hobi beternak ayam. Masyarakat desa Kalikuto menyebutnya pak. Tjokro atau nama lengkapnya Tjokromiharjo. Menurut cerita pemiliknya, ayam ini hasil persilangan antara ayam Australorp dengan ayam kampung yang berasal dari gunung Sumbing.
Sedangkan versi lain menyebutkan, asal muasal ayam cemani adalah ayam kedu hitam, yang diseleksi ke arah pemurnian warna hitam dan bentuk jengger tunggal bergerigi. Ayam cemani dapat diperbanyak dengan mengawinkan sesama ayam cemani, yang akan menghasilkan anak-anak yang berwarna hitam legam (cemani) dan berwarna tidak hitam legam (kedu hitam). Selain itu kata cemani diambil dari bahasa Jawa yang artinya hitam legam menyelimuti tubuhnya mulai dari jengger, pial, paruh, bola mata, lidah, rongga mulut, bulu, lubang dubur, kaki dan cakar.
Dalam hal ini, konon ayam Cemani sempurna memiliki persentase warna hitam 100 % sampai warna darah, daging dan tulang. Sampai sekarang belum ada cemani memiliki pesentase warna hitam hingga 100 %. Sehubungan dengan banyak sekali kesamaan dari ukuran tubuh ayam Cemani dengan ayam Kedu Hitam dan belum adanya informasi khusus mengenai karakteristik kuantitatif ayam Cemani, maka sementara ini kita asumsikan bahwa karakter kuantitatif ayam Cemani sama dengan karakter kuantitatif ayam Kedu hitam.
Untuk lebih mengetahui secara jelas mengenai jenis ayam Cemani yang mempunyai bentuk bulu yang berbeda-beda, maka harus memahami masing-masing bentuk bulu ayam cemani. Berdasarkan bentuk bulunya ayam Cemani dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis kelompok besar, yaitu : 1) Cemani biasa, Ayam Cemani biasa seluruh bulu tubuhnya persis seperti bulu ayam kampung, hanya saja warnanya hitam mengkilap; 2) Cemani Walik, seluruh Ayam Cemani Walik susunannya terbalik (bahasa jawa=terbalik), sepintas bentuk bulunya keriting dan warnanya hitam mengkilap; 3) Cemani Cemara, ayam ini sering disebut Cemani Racak atau Cemani Rajek Wesi. Dimana bentuk bulu tubuhnya hanya terdiri dari batang-batang bulu saja sehingga menyerupai daun cemara. Warnanya hitam mengkilap, baik Cemani Walik maupun Cemani Cemara keberadaannya sangat langka dibanding cemani berbulu biasa.
Sedangkan tata cara pemeliharaan ayam Cemani yaitu ayam Cemani kecil kemungkinan dipelihara secara semi intensif bahkan intensif penuh, mengingat nilai ekonomis dan sifatnya sebagai ayam hias. Kebanyakan masyarakat memelihara ayam Cemani dalam jumlah tidak lebih dari 10 ekor, tapi ada kemungkinan mengingat harga jual ayam Cemani mencapai ratusan ribu rupiah bahkan jutaan rupiah per ekornya bisa saja ayam ini dipelihara dalam populasi yang besar dalam suatu peternakan yang besar untuk mencari keuntungan yang lebih besar pula.
Penulis : Sri Hartati (Pusat Penyuluhan Pertanian)
Sumber : 1) Brosur/Buku "Khazanah Unggas Lokal Indonesia", Direktorat Jenderal Peternakan 2007; 2) Brosur/Buku "Teknologi Budidaya Ayam Buras", Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2008 ; 3) ayam.hewanpeliharaan.net (18/11 2012).